Hadirnya BPJS dengan premi murah dan manfaat luas menimbulkan pertanyaan ‘apa masih perlu punya asuransi kesehatan swasta?’ Penelusuran saya menemukan masing – masing punya kelebihan dan kekurangan. Pahami dulu, lalu pilih yang paling sesuai dengan kebutuhan. Yang penting, wajib punya perlindungan kesehatan karena biaya berobat mahal dan semakin mahal.
Artikel yang paling banyak dikunjungi dan dikomentari di blog ini adalah soal asuransi kesehatan. Semua tampaknya sadar bahwa biaya sakit itu mahal. Orang berupaya mencari proteksi kesehatan yang memadai dengan premi terjangkau.
Pemerintah kita tampaknya sadar akan hal itu (baru sekarang ?). Makanya BPJS Kesehatan diluncurkan, yang merupakan asuransi kesehatan milik pemerintah yang bertujuan memproteksi seluruh masyarakat dengan premi terjangkau. Kalau dulu ada PT Askes, yang terbatas hanya untuk pegawai negeri dan ABRI, sekarang BPJS melanjutkannya dengan coverage lebih luas untuk seluruh masyarakat.
Kalau begitu, apa masih perlu ikut asuransi kesehatan swasta? Buat kita yang bukan pegawai negeri atau bukan karyawan yang tidak punya fasilitas kesehatan dari kantor, asuransi kesehatan adalah pilihannya selama ini.
Mana yang lebih baik, BPJS atau asuransi kesehatan swasta, seperti Allianz, Manulife dan perusahaan asuransi lain?
Sebelum mengambil keputusan, ada baiknya kita pahami dan kaji dengan seksama dulu. Apa itu BPJS, bagaimana manfaatnya, dan apa saja kesulitannya. Setelah dapat gambaran lengkap, baru kita bisa mengambil keputusan. Ingin tetap punya asuransi kesehatan atau pindah ke BPJS.
Apa itu BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan, mulai beroperasi 01 Januari 2014, adalah badan publik yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Ini sesuai amanat UU BPJS Kesehatan, yaitu UU 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Peserta BPJS adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pada dasarnya, semua orang, entah bekerja, karyawan, pengusaha atau bahkan pengangguran, serta keluarganya, bisa menjadi peserta BPJS, asalkan membayar iuran.
Jaminan kesehatan ini dapat diberikan oleh perusahaan untuk karyawannya beserta keluarga atau individual yang mengambil untuk sendiri dan keluarganya.
Untuk menjamin masyarakat tidak mampu, pemerintah menetapkan PBI, yaitu peserta BPJS Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu (sesuai UU SJSN) yang iurannya dibayari oleh pemerintah.
BPJS memberikan manfaat sebagai berikut:
- Pelayanan Promotif, Preventif yaitu:
penyuluhan, Imunisasi (BCG, DOT-HB, Polio dan Campak), Keluarga
Berencana (kontrasepsi, vasektomi dan tubektomi) dan skrining kesehatan
(selektif).
- Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif,
termasuk obat dan bahan medis, yaitu (1) Rawat Jalan dengan dokter
spesialis dan subspesialis, dan (2) Rawat Inap di ruang intensif dan non
intensif.
- Manfaat Non Medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Pendaftaran
jaminan kesehatan nasional ini dapat dilakukan secara online. Cara
mendaftar online dan persyaratan terbaru dapat dilihat di website BPJS.
Setelah membayar iuran dan resmi
diterima, peserta mendapat kartu jaminan kesehatan. Tersedia hotline di
setiap kota untuk melayani peserta.
Keunggulan BPJS Kesehatan
Terdapat sejumlah keunggulan BPJS dari asuransi kesehatan swasta. Apa saja itu?
#1 Iuran Super Murah
Berapa preminya? Jangan kaget ya.
Premi atau iuran ditentukan kelas yang diambil, tidak ada perbedaan
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Iuran BPJS kesehatan 2014 per bulan adalah sebagai berikut:
Misal, asuransi kesehatan BPJS
untuk keluarga 3 orang (ayah, ibu dan anak), cukup bayar kurang dari Rp
180 ribu per bulan untuk kelas kamar I.
Dibandingkan premi asuransi
kesehatan swasta, iuran BPJS sangat murah. Premi asuransi kesehatan
murni (tanpa investasi, premi hangus) paling tidak tarifnya sekitar Rp
300 sd Rp 500 rb per orang per bulan. Apalagi kalau unit link, premi
bisa lebih mahal lagi, bisa 800 sd 1 juta per orang per bulan.
BPJS tidak membedakan besaran
premi berdasarkan umur, jenis kelamin serta status merokok. Ini berbeda
dengan asuransi kesehatan. Dalam asuransi kesehatan, semakin tua umur,
premi akan makin mahal. Ada pula perbedaan premi antara laki dan
perempuan serta status merokok.
#2 Manfaat Kesehatan yang Dijamin
Tidak hanya iuran yang lebih
murah. Manfaat BPJS bagi peserta lebih lengkap dari asuransi kesehatan.
Berikut manfaat yang diberikan BPJS:
- Rawat Inap,
- Rawat Jalan,
- Kehamilan dan Melahirkan. Persalinan dengan operasi caesar termasuk yang ditanggung .
- Optik/Kacamata.
Coba cek apa ada asuransi
kesehatan yang menyediakan manfaat selengkap itu. Umumnya, asuransi
kesehatan hanya menyediakan rawat inap.
Kalaupun ada asuransi kesehatan
yang memberikan tambahan fasilitas, preminya selangit. Misalnya, ada
asuransi kesehatan yang menyediakan rawat jalan, namun tidak mengganti
100% karena nasabah harus membayar sendiri sebagian tagihan biaya rawat
jalan.
#3 Tidak Ada Pre – Existing Condition
Jika punya penyakit bawaan, apa penyakit tersebut ditanggung oleh asuransi kesehatan? Tidak. Ini yang disebut pre-existing condition.
Itu sebabnya dalam asuransi
kesehatan pemeriksaan medical check-up menjadi wajib serta historis data
kesehatan peserta dan keluarganya wajib disertakan.
Beberapa asuransi kesehatan mencari jalan tengah, yaitu pre-exisiting condition diterima
dengan syarat, yaitu khusus penyakit ini baru ditanggung 2 tahun
kemudian sejak masuk sebagai peserta asuransi. Jadi, misalnya ketika
masuk sudah menderita diabetes, maka klaim penyakit diabetes baru bisa
dibayarkan oleh asuransi dua tahun lagi.
BPJS tidak mengenal pre-existing condition.
Semua penyakit ditanggung, termasuk penyakit yang sudah ada sebelum
peserta bergabung. Buktinya, tidak adanya medical check up
dalam pendaftaran BPJS.
#4 Tanpa Medical Check-Up
Proses pendaftaran BPJS kesehatan
sangat simpel dan mudah. Isi formulir secara online, cukup dengan data
pribadi semua peserta (bapak, ibu dan anak-anak). Tidak perlu data
kesehatan. Setelah itu, bayar iuran ke virtual account bank. Selesai.
Ambil kartu identitas BPJS di kantor yang sudah ditunjuk.
Medical check up tidak diperlukan. Data kesehatan tidak ditanyakan.
Ini membedakan dengan proses di
asuransi kesehatan swasta, yang membutuhkan data kesehatan peserta dan
keluarga terdekat (orang tua dan saudara) serta harus disertai medical
check-up.
Full cashless.
Dalam BPJS, selama ikut kelas kamar yang sesuai dan patuh prosedur,
peserta tidak perlu membayar sepeser pun. Jika merubah kelas kamar,
sehingga biayanya lebih tinggi dari seharusnya, kelebihan biaya
ditanggung peserta.
#5 Tidak Ada Batasan Plafond
Dalam asuransi kesehatan terdapat
plafond atau limit manfaat. Misalnya, batasan berapa hari maksimum
rawat inap di rumah sakit, kemudian biaya dokter, biaya obat serta lab,
dan biaya – biaya lainnya yang punya batasan jumlah maksimum yang
ditanggung asuransi kesehatan.
Jika tagihan dari rumah sakit
melebihi plafond atau limit, kelebihan tersebut tidak diganti oleh
asuransi. Cara menghitung plafond ada bermacam – macam, ada yang plafond
per penyakit (tidak ada batasan tahunan), ada yang plafond tahunan.
Dalam BPJS, merujuk pada buku
panduan, tidak ada plafond atau batasan biaya penggantian. Selama
mengikuti prosedur dan menggunakan kelas kamar yang ditentukan, semua
biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
Kelebihan ini saya lihat akan
sangat membantu untuk menghadapi penyakit – penyakit kronis, seperti
stroke, kanker atau cuci darah yang biayanya jelas tidak kecil.
Ini kasus nyata. Ibu dari suami
keponakan saya dirawat karena stroke selama sebulan di sebuah rumah
sakit pemerintah di bilangan Jakarta Selatan. Tagihan rumah sakit adalah
Rp 30 juta, tapi karena menggunakan BPJS, beliau cukup membayar Rp 5
juta dan itu pun karena kenaikkan kelas kamar (jika kamar tidak
berubah, Gratis!).
Tantangan BPJS Kesehatan
Tidak fair kalau tidak membahas tantangan dan kesulitan menggunakan BPJS.
#1 Prosesnya Lebih Panjang
Dalam BPJS berlaku sistem rujukan berjenjang. Anda tidak bisa serta – merta langsung datang ke rumah sakit. Ujug – ujug langsung ke dokter spesialis. It’s big NO NO di BPJS.
Peserta harus datang dulu ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes I), yaitu puskesmas, klinik
atau dokter keluarga, yang sudah ditunjuk oleh BPJS. Fasilitas kesehatan
tingkat pertama mendiagnosa dan memberikan rujukan kepada peserta untuk
ke rumah sakit yang kerjasama dengan BPJS.
Keputusan rujukan sepenuhnya
ditangan faskes tingkat I. Bukan di tangan peserta. Walaupun peserta
ingin dirujuk ke rumah sakit tertentu, mungkin karena sudah langganan
dengan dokternya, selama fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak
memberikan, maka tidak bisa.
Begitu pula dengan tindakan
perawatan. Misalnya, meskipun menanggung persalinan dengan operasi
caesar, BPJS akan mengganti jika memang itu rujukan dari dokter yang
menangani bahwa peserta harus melahirkan dengan operasi. Tapi, kalau
peserta yang meminta operasi, BPJS tidak akan mengganti, hanya mengganti
senilai persalinan normal.
Apakah peserta bisa minta rujukan
ke sembarang puskesmas atau klinik asalkan sudah kerjasama dengan BPJS ?
Tidak bisa. Fasilitas kesehatan pertama yang bisa digunakan hanya yang
sudah ditunjuk BPJS untuk peserta tersebut.
Kalau merasa tidak cocok, dengan faskes I yang sudah ditunjuk, setelah tiga bulan baru bisa minta dirubah ke BPJS.
Bagaimana jika sedang diluar kota? Harus tetap ke faskes I, yang sudah ditunjuk. Agak aneh, tapi itulah persyaratannya sekarang.
Bagaimana jika kondisi gawat darurat, yang butuh pertolongan segera? Ada exceptions. Pengecualian.
Untuk gawat darurat, aturan ini
tidak berlaku dan peserta bisa langsung ke rumah sakit tanpa perlu
rujukan. Bahkan ke rumah sakit yang belum kerjasama dengan BPJS bisa
untuk kondisi gawat darurat. Tapi, mesti diingat, BPJS menetapkan
kriteria untuk bisa diklasifikasikan kondisi gawat darurat.
Proses yang berbelit ini berbeda
langit dan bumi dengan asuransi kesehatan. Dalam asuransi kesehatan
tidak ada sistem rujukan berjenjang. Peserta bisa langsung ke rumah
sakit mana saja untuk rawat inap. Prosesnya jauh lebih sederhana dan
cepat. Anda bisa buktikan bagaimana cepat dan mudahnya proses klaim di
asuransi kesehatan swasta, terutama yang sudah ternama dan besar, yaitu
Manulife dan Allianz.
#2 Bersiap dengan Antrian
Sebagai jaminan kesehatan
nasional, peserta BPJS banyak. Datang dari berbagai kalangan, baik
pegawai negeri, swasta, bekerja maupun tidak, serta anggota keluarganya.
Preminya yang murah juga menjadi daya tarik.
Akibatnya, antrian di rumah sakit
tidak terhindarkan. Saya membaca di banyak media bahwa salah satu
keluhan utama adalah panjangnya antrian di rumah sakit ketika
menggunakan fasilitas kesehatan BPJS.
Antrian ini jadi masalah ketika kita dalam kondisi emergency.
#3 Tidak Semua Rumah Sakit Kerjasama
Tidak semua rumah sakit menerima
BPJS. Rumah sakit swasta banyak yang belum kerjasama dengan BPJS. Kalau
tidak kerjasama, peserta tidak bisa menggunakan jaminan kesehatan di
rumah sakit tersebut.
Itu sebabnya saya beberapa kali
melihat teman dan saudara, yang meskipun pegawai negeri, namun mereka
tetap mengeluarkan uang cukup besar untuk biya pengobatan dan rawat
inap. Yang mana biaya itu seharusnya gratis buat mereka yang pegawai
negeri karena dijamin oleh BPJS.
Ketika saya tanya “kenapa bisa
begitu?” Mereka jawab “rumah sakit yang jadi kepercayaan saya dan istri
tidak kerjasama dengan BPJS. Kebetulan ini adalah RS Swasta”. Lalu ada
pula yang bilang, “dokter langganan anak saya hanya praktek di rumah
sakit, yang kebetulan tidak kerjasama dengan BPJS”.
Daftar rumah sakit di seluruh Indonesia yang kerjasama dengan BPJS kesehatan bisa lihat disini.
Ini berbeda dengan asuransi kesehatan swasta. Jika Anda lihat di asuransi kesehatan swasta, pada dasarnya menerima klaim dari semua rumah
sakit, termasuk yang belum kerjasama. Bedanya, kalau belum kerjasama,
pembayaran klaim dilakukan cara reimbursement (peserta membayar duluan),
sedangkan yang sudah kerjasama, pembayaran cukup dengan kartu
(cashless).
Memang untuk kondisi gawat
darurat, BPJS memperbolehkan perawatan di rumah sakit yang belum
kerjasama. Setelah kondisi gawat darurat diatasi, peserta akan segera
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. Tentu saja,
kriteria gawat darurat dari BPJS harus dipenuhi.
#4 Biaya Rumah Sakit yang Tidak Diganti
Ini kondisi yang banyak
dikeluhkan peserta BPJS, yaitu penggantian tidak penuh meskipun sudah
mengikuti ketentuan kelas kamar, atau penggantian obat dilakukan secara
bertahap (tidak sekaligus). Untuk bisa menganalisanya, kita perlu tahu
bagaimana proses penggantian biaya oleh BPJS ke pihak rumah sakit.
Berbeda dengan asuransi
kesehatan, BPJS tidak mengenal plafond. Jadi, dengan pihak rumah sakit,
BPJS sudah sepakat diawal mengenai besaran tarif berdasarkan pada
diagnosa penyakit dan ketentuan tindakan serta obat yang mesti
digunakan. Besar tarif tetap, apapun dan berapapun tindakan medis yang dilakukan. Sistem paket tarif ini disebut INA CBGs.
Misalnya, perawatan demam
berdarah, INA CBGS sudah menghitung layanan apa saja yang akan diterima,
berikut pengobatannya, sampai dinyatakan sembuh. Berdasarkan
perhitungan ini, biaya ini yang nantinya diklaim oleh rumah sakit ke
BPJS.
Ini cara yang berbeda dengan
perhitungan biaya berobat yang selama ini dilakukan di rumah sakit.
Umumnya, kita berobat dulu, kemudian baru tahu berapa jumlah biayanya.
Kalau BPJS, besarnya biaya sudah dipatok diawal, sudah ada
klasifikasinya berdasarkan INA CBGs, bahkan sebelum peserta menjalani
perawatan.
Dengan metode INA CBGS, beban BPJS menjadi lebih predictable.
Namun, buat rumah sakit, itu bisa jadi bumerang karena mungkin actual
cost-nya berbeda dengan perhitungan INA CBGS. Siapa yang mau menanggung
ekses-nya?
Paket biaya BPJS sudah menetapkan
kisaran hari perawatan. Bagaimana jika hari perawatannya melebihi hari
yang ditetapkan dalam paket biaya INA CBGs? Apakah untuk memperpanjang
perlu mengurus rujukan lagi dari awal?
Saya membaca peserta yang
mengeluh biaya persalinan istrinya tidak diganti semua, meskipun sudah
mengambil kamar sesuai ketentuan. Ternyata, menurut rumah sakit,
meskipun kamarnya sudah sesuai, namun biaya yang diganti BPJS lebih
rendah dari biaya aktual yang dikeluarkan rumah sakit kelas kamar
tersebut, sehingga kekurangannya dibebankan ke peserta.
Begitu pula dengan obat. Ada yang
diresepkan obat untuk 1 bulan tapi karena biayanya melebihi ketentuan
BPJS jika diberikan sekaligus, pemberian obat diberikan secara bertahap.
Masalahnya, setiap minta obat, proses rujukan harus kembali dilakukan.
Proses yang seharusnya cukup satu kali menjadi harus dilakukan beberapa kali.
BPJS atau Asuransi Kesehatan
Pilih yang mana?
Kita rekap dulu bagaimana masing – masing pilihan ini.
- BPJS:
Jaminan kesehatan ini punya keunggulan iuran murah dengan manfaat
lengkap yang tanpa pre-exisiting condition, tanpa medical check-up dan
tidak ada batasan plafond. Tanpa plafond, essentially,
semua tagihan rumah sakit akan dicover oleh BPJS selama mengikuti
prosedur dan kelas kamar. Sejumlah keunggulan ini yang sulit didapatkan
di asuransi kesehatan swasta, yang preminya lebih mahal, manfaat
terbatas hanya rawat inap dan ada batasan plafond. Namun, tantangannya
di BPJS adalah proses berbelit, antrian panjang dan terbatasnya pilihan
rumah sakit. Proses di BPJS masih jauh dari convenience buat peserta.
- Asuransi Kesehatan: Asuransi unggul dalam hal kecepatan, kemudahan dan fleksibilitas memilih rumah sakit. Pengobatan
di semua rumah sakit pada dasarnya diterima oleh asuransi, baik itu
yang kerjasama (cashless) dan tidak kerjasama (reimbursement).
Kekurangannya, manfaat lebih terbatas (tidak ada rawat jalan, kehamilan,
gigi dan optik), larangan pre-exisiting condition jika punya penyakit
bawaan (terutama usia – usia tua), premi mahal dan ada plafond yang bisa
membuat tagihan tidak semua dibayar (jika melebihi plafond), terutama
pengobatan yang biayanya mahal (yang justru jadi alasan kenapa kita
membeli asuransi in the 1st place). Anda bisa cek lebih lanjut di situs Manulife dan Allianz, jika ingin tahu lebih lanjut.
Ringkasan secara umum bisa dilihat dalam tabel dibawah ini:
Setelah melihat perbandingan ini,
kita melihat bahwa BPJS dan asuransi kesehatan memiliki kelebihan
sendiri. Keduanya sebenarnya saling melengkapi. Bukan saling
‘mematikan’.
Saya menyarankan prioritas pilihan sebagai berikut:
Prioritas 1. BPJS + Asuransi Kesehatan. Jika
tidak ada kendala keuangan, idealnya punya BPJS dan Asuransi Kesehatan.
Keduanya saling melengkapi. Jika opsi ini dipilih, pastikan ambil
asuransi yang bisa double – claim, supaya tagihan bisa diklaim di keduanya.
Prioritas 2. Asuransi Kesehatan. Buat
saya, kecepatan, kemudahan dan fleksibilitas itu yang utama dalam
proses berobat. Keterbatasan pilihan rumah sakit merupakan kendala
serius buat saya karena pindah dokter tidak semudah pindah bengkel atau
pindah toko. Makanya, asuransi kesehatan lebih saya pilih. Tapi ini
penilaian subjektif. Anda mungkin punya pertimbangan lain yang berbeda.
Prioritas 3. BPJS. Jika
budgetnya terbatas, karena premi asuransi kesehatan yang mahal, BPJS
adalah pilihannya. Memiliki jaminan kesehatan adalah hal wajib karena
biaya berobat yang mahal dan semakin mahal. Harapannya proses di BPJS
bisa semakin baik, sehingga kualitas dan coverage rumah sakitnya bisa
sebaik asuransi kesehatan.
Kesimpulan
Terlepas masih banyak kritik soal
pelayanan BPJS, saya menilai ini langkah penting pemerintah untuk
menyediakan jaminan kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Hal yang patut kita apresiasi.
Apakah asuransi kesehatan swasta
akan ditinggalkan? Ternyata tidak. Masing – masing punya kelebihannya
sendiri. Saya yakin keduanya, BPJS dan asuransi kesehatan, akan berjalan
beriringan dan tidak saling ‘mematikan’. Justru ini bagus buat kita
masyarakat karena punya lebih banyak pilihan. Demikan semoga bermanfaat.