“Hidup ini tidak hanya sekedar memikirkan harta mas…..ngapain punya tabungan milyaran kalau tidak bahagia, malah membuat anak-anak saling berebut harta. Hidup itu secukupnya saja, yang penting bahagia. Toh, harta tidak akan dibawa mati…..”
Error #1 : Mental Block.
Komentar seperti diatas sejatinya merefleksikan “alam bawah sadar” yang bernaung dibalik pikiran sang komentator.
Dan ini yang muram, bahasa alam bawah sadar yang muncul dari kalimat itu adalah ini : kekayaan adalah sesuatu yang tabu dan layak dijauhi.
Dan persis disitu masalahnya : alam bawah sadar itu bersifat laten dan amat powerful. Dan ketika alam bawah sadar itu berisikan sikap apriori terhadap harta, maka raga hidup nyata kita benar-benar akan dijauhkan dari harta dan rezeki.
Dengan kata lain, alam bawah sadar yang laten itu diam-diam menjadi “mental block” bagi raga kita untuk “berdekatan dengan harta dan kekayaan”.
Ini soal serius. Sebab jika alam bawah sadar kita bersifat apriori terhadap harta/rezeki, maka itu yang kemungkinan besar menjadi penyebab kenapa selama ini hidup kita stuck – going nowhere.
Berkali-kali saya sudah menulis tentang the power of mindset : tentang kekuatan tersembunyi dari pikiran kita. Jika pikiran kita bersikap terbuka dan apresiatif terhadap harta dan kekayaan, akan ada kekuatan positif yang akan mendekatkan kita dengan sumber-sumber rezeki yang tak terduga.
Sebaliknya, jika pikiran – apalagi alam bawah sadar kita – bersifat apriori terhadap harta (seolah-olah harta itu sumber keburukan) dan karena itu layak dijauhi, maka pikiran negatif itu akan memberikan sinyal pada alam semesta. Sinyal kuat agar hidup nyata Anda benar-benar dijauhkan dari harta dan rezeki.
Itulah kenapa kita harus berhati-hati dengan komentar seperti diatas.
Jika Anda sering berkomentar atau setuju dengan komentar seperti diatas, mungkin itu salah satu sebab kenapa : karir Anda mentok, gaji Anda ndak naik-naik, penghasilan pas-pasan, atau mau usaha tapi ndak kunjung sukses atau ndak berani memulainya.
Sebab alam bawah sadar Anda memang tidak menghendaki Anda untuk sukses dan bisa mengumpulkan tabungan sebesar 3 milyar.
Error #2 : Prasangka Negatif.
Mari coba kita baca ulang petikan tipikal komentar tadi :
“Ngapain punya tabungan milyaran kalau tidak bahagia, malah membuat anak-anak saling berebut harta. Hidup itu secukupnya saja, yang penting bahagia. Toh, harta tidak akan dibawa mati…..”
Kalimat dalam komentar itu sungguh pekat dengan prasangka buruk dan kedengkian.
Prasangka buruk bahwa seolah-olah harta hanya akan membawa ketidakbahagiaan dan masalah. Kedengkian yang amat halus : biar saya tidak sekaya mereka, tapi lihat, mereka hidupnya tidak bahagia.
Dan kalimat itu bukan saja pekat dengan prasangka buruk dan kedengkian, tapi juga ngawur : membuat generalisasi seolah-olah semua orang kaya pasti bermasalah dan tidak bahagia (jika komentatornya dulu ikut mata kuliah Statistik, pasti tidak akan lulus).
Nyatanya, puluhan riset empirik dengan ratusan ribu responden menunjukkan sebaliknya : kondisi finansial seseorang merupakan salah satu elemen paling kunci dalam menentukan kenyamanan dan kebahagiaan hidup.
Simpel saja : ke kantor dengan naik Fortuner sambil di-setir driver itu rasanya kok lebih nyaman dan happy dibanding harus pakai sepeda motor (kehujanan lagi) atau berjejalan di metro mini. Kalau ada yang bilang, berjejalan naik metro mini lebih membahagiakan, maka ada dua kemungkinan : orang itu sedang menghibur diri supaya hidup tidak makin pahit. Atau orang itu sedang halusinasi.
Tapi poin yang lebih serius adalah ini, komentar “…..ngapain hidup kaya, kalau hidupnya tidak bahagia” – menunjukkan kesombongan (seolah-olah gue pasti lebih happy dibanding mereka) dan prasangka buruk (seolah-olah banyak harta pasti akan membawa masalah – sebuah pikiran yang ajaib).
Dan kita tahu : kesombongan dan prasangka buruk (apalagi yang dibungkus dalam kalimat yang sok suci dan bijak) adalah resep yang akan kian menjauhkan kita dari rezeki yang berlimpah.
Error # 3 : False Assumption.
Kesalahan yang terakhir ini adalah error yang paling serius. Coba simak kembali petikan komentarnya : “Hidup ini tidak hanya sekedar memikirkan harta mas. Toh, harta tidak akan dibawa mati…..”
Mengatakan “harta tidak akan dibawa mati” adalah kesalahan serius yang berangkat dari prasangka negatif tentang harta kekayaan.
Harta insya Allah akan kita bawa mati jika harta itu kita belanjakan untuk menyekolahkan 1000 anak yatim, membangun mesjid, memberangkatkan haji orang tua, sedekah untuk orang tidak mampu, membantu korban banjir, membeli 10.000 buku untuk perpustakaan, dst, dst.
You get my point, right?
Mengatakan “harta tidak akan dibawa mati” adalah salah kaprah yang berangkat dari asumsi negatif : bahwa harta hanya melulu akan dipakai foya-foya dan hura-hura. Betapa salahnya. Betapa naifnya asumsi itu.
Komentar : “toh harta tidak akan dibawa mati” sudah terlalu sering kita dengar. Sebuah kalimat, yang kembali, secara implisit berangkat dari premis bahwa harta itu penuh dengan evil (keburukan), dan karena itu layak dijauhi.
Sayangnya, premis itu tidak sesuai dengan fakta. Sejumlah riset empirik membuktikan : semakin kaya Anda, maka semakin Anda rajin dan banyak bersedekah pada orang lain.
Penelitian itu berimpitan dengan studi lainnya yang menyebut : semakin kaya Anda, maka Anda akan cenderung makin banyak bersyukur. Penelitinya menulis : kemungkinan besar, orang yang makin kaya itu makin banyak bersedekah sebagai wujud rasa syukur mereka yang makin besar (Sonya, 2007).
Demikianlah tiga jenis error yang layak dicermati dari tipikal komentar yang sudah saya sebut diatas. Apa kaitannya dengan alam bawah sadar, mindset dan sumber rezeki juga sudah di-ulik.
Artikel : Yodhia Antariksa, msc in hr management.
Posting Komentar
Email: y_o2k@yahoo.com
WA: 085101847661
Pin BB: 7FC60987